Rabu, 13 Juli 2011

Atlet Lumajang Menuju Porprov III

Foto oleh Maulana Acbar (ar)
Wajah-wajah sumringah dan kebanggaan kostum kontingen membuat para atlet Lumajang bersemangat berada di pendopo kabupaten (12.7). Bukan tanpa sebab, mereka akan mengikuti acara pelepasan kontingen Lumajang yang akan berlaga di Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) III di Kediri pada tanggal 15 Juli 2011.

Selama seminggu, para atlet Lumajang bertarung demi memperebutkan gelar sang juara. Maka tak heran jika pelepasan kali ini lebih berharga bagi mereka karena akan membawa dan mengharumkan nama kabupaten Lumajang di tingkat provinsi.

Lumajang sendiri mengirimkan sejumlah 99 atlet yang terbagi dalam beberapa cabang olah raga, diantaranya: renang, voli, balap sepeda, lari dan gulat. Lumajang sendiri hanya mengikutkan atletnya di 15 cabor dari 27 cabor yang dipertandingkan. Acara pelepasan tersebut langsung dipimpin oleh Sekretaris kabupaten Lumajang,Drs. Abdul Fatah Ismail.

Harapannya, semoga atlet Lumajang mampu membawa pundi-pundi emas untuk tetap memberikan yang terbaik demi membawa dan mengharumkan nama Lumajang. Sukses!

Tradisi Tarung Pukul Rotan, Ojhung!

Foto oleh Babun Wahyudi (sn)
Lumajang mempunyai beragam tradisi yang masih terjaga hingga sekarang. Salah satunya adalah Ojhung. Seni tradisi yang mempertemukan keahlian bertarung dan kanuragan. Tradisi ini ternyata mempunyai penggemar yang banyak. Tak heran jika pada 11.7 kemarin, lapangan desa Nguter, Pasirian dijejali banyak orang. Hanya satu yang mereka tontong yakni Ojhung!

Para pemain Ojhung hanya dibekali rotan seukuran sekitar satu meter. Duel satu lawan satu dengan dipimpin oleh seorang wasit. Para pemain harus bisa memukul punggung lawan dengan rotan tersebut. Bagi yang banyak mendaratkan pukulannya dan membekas, maka dialah pemenangnya. Biasanya duel ini mentarungkan sekitar 5 atau 10 pukulan, bahkan tergantung kesepakatan. Bagi pemenang akan mendapatkan imbalan berupa uang saku ataupun kaos.

Meski terbilang aksi yang ekstrim, namun tradisi ini menjadi tontonan yang menarik bagi siapapun karena bisa menjadi ajang adu nyali dan kejantanan. Bagi penggemar berat seni tradisi ini, maka tiap tahun wajib hadir untuk menyaksikan para jagoan saling menyerang lawan.

Biasanya, seni tradisi Ojhung berlangsung menjelang musim kemarau. Hal ini sesuai dengan sejarahnya yang berasal dari Madura. Ojhung dipopulerkan di Madura sejak adanya 4 saudara yang mencari sumber air di waktu kemarau. Karena tidak menemukan air, maka mereka melakukan ritual dengan bermain Ojhung (tarung pukul rotan dengan serat daun nanas). Dan akhirnya mereka menemukan sumber air di dekat mereka bertarung. Maka sejak saat itulah seni tradisi ini menyebar secara turun temurun.

Rabu, 06 Juli 2011

Air Terjun Kedung Guwo


Ada salah satu air terjun yang jarang dikunjungi orang namun malah menyuguhkan panorama yang unik. Air terjun itu adalah Kedung Guwo. Kedung Guwo berasal dari kata Kedung (bendungan air/ dam) dan Guwo (gua/ goa). Tak heran memang karena di sana terdapat dam dan gua yang mirip dengan lempengan batu miring.

Jarang terjamahnya wisata yang satu ini memang benar karena akses jalan menuju ke sana masih tradisional alias memang bukan untuk komersil wisata. Namun, pemandangan khas pedesaan sangat kental di sana. Hal ini terlihat dengan banyaknya tanaman palawija masyarakat sekitar yang tersebar di beberapa pematang sawah.

Di titik lokasi air terjun suasanya sangat tenang. Hanya terdengar suara gemericik air dan kicauan burung-burung. Meski ketinggiannya hanya sekitar 8 meter, namun tak menghilangkan keindahan air terjun ini yang dihiasi dengan bebatuan besar khas batu sungai. Di sebelah air terjun terdapat gua dengan ketinggian sekitar 2 meter dan panjang sekitar 10 meter. Yang unik di sini adalah gua yang berupa lempengan batu miring.

Di dalam gua terdapat bangunan buatan seperti tempat duduk dan lesehan. Sepertinya objek wisata yang satu ini pernah dirawat namun jarang sekali dikunjungi orang. Tap tak mengapa, karena dengan keheningannya, air terjun Kedung Guwo ini mempunyai nilai tersendiri.

Lokasi: Lumajang bagian Barat, desa Kunal, kecamatan Pasrujambe

Air Terjun Sobyok


Ternyata Lumajang juga menyimpan banyak air terjun. Salah satunya yang sering dikunjungi orang adalah air terjun Sobyok. Air terjun ini terletak di desa Burno kecamatan Senduro. Dan sangat mudah sekali menemukan lokasi wisata yang satu ini.

Air terjun Sobyok berasal dari kata Su (indah), Byok (jatuh) yang berarti air yang indah jatuhnya. Wisata air terjun ini menyuguhkan 2 mata air terjun yakni Sobyok kecil dan Sobyok besar. Sobyok kecil berada di jalur yang lebih dekat dengan jarak sekitar 200 meter ke Sobyok besar. Di Sobyok kecil terlihat turunan air yang mengalir lembut dan berarus kecil. Ketinggiannya sekitar 10 meter.

Sedangkan Sobyok besar mempunyai turunan air yang besar sekaligus sebagai air terjun utama. Tingginya sekitar 15 meter. Di samping titik ini ada bebatuan yang menyerupai gua yang mengeluarkan tetesan air dari akar-akar tumbuhan menjalar di sekitarnya. Bahkan mirip dengan alunan air dari tetesan hujan, sangat indah!

Di sekeliling kedua air terjun ini menyuguhkan pemandangan bebukitan yang hijau nan sejuk. Terlebih berada di perkebunan kopi. Apalagi, akses jalan menuju ke lokasi wisata ini sudah ditata dan diatur dengan adanya paving jalan menuju ke sana. Lekukan tebing bebatuan di air terjun Sobyok akan menjadi magnet tersendiri bagi siapapun untuk kembali ke sana.

Lokasi: Lumajang bagian Barat, desa Burno, kecamatan Senduro

Ranu Kumbolo

 
Danau tertinggi di pulau Jawa (2400 Mdpl) dimiliki oleh Lumajang. selaras dengan julukan bagi gunung Semeru sebagai gunung tertinggi di pulau Jawa (3676 Mdpl), tentunya Ranu Kumbolo sebagai satu-satunya danau yang berada di jalur pendakian sangatlah lazim disebut sebagai yang tertinggi. Meski sesungguhnya ada mata air terakhir di lereng Semeru yakni Sumber Mani .

Ranu Kumbolo sendiri merupakan pos peristirahatan pertama yang menyediakan sumber air bagi para pendaki. Karena di sini terdapat danau yang cukup besar sehingga dimanfaatkan untuk kebutuhan pendakian. Selain itu juga ada shelter (pos istirahat berupa bangunan permanen) yang biasanya digunakan untuk menginap di hari pertama dan terakhir .

Panorama Ranu Kumbolo sangatlah eksotik, terlebih ketika matahari terbit maka di tengah danau akan terlihat belahan bukit dengan garis tengah sinar mentari. Bahkan di sekeliling danau terdapat bukit-bukit nan hijau. Kalau beruntung bahkan bisa melihat butir-butir es pada musim-musim tertentu.  

Di Ranu Kumbolo juga terdapat ragam flora dan fauna yang khas, diantaranya burung jalak semeru dan bunga anggrek lumut. Tak kurang, eksotika Ranu Kumbolo akan terlengkapi dengan adanya Tanjakan Cinta yang populer di kalangan pendaki akan mitosnya. Di balik tanjakan tersebut kita akan diajak berpetualang di padang savana.  

Lokasi:  Lumajang bagian Barat, kec. Senduro